Perlakuan Perpajakan Untuk Mendukung Kemudahan Berusaha

Dian Hadi Saputra

Perlakuan Perpajakan Untuk Mendukung Kemudahan Berusaha

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 9 TAHUN 2021

TENTANG

PERLAKUAN PERPAJAKAN UNTUK MENDUKUNG KEMUDAHAN BERUSAHA

Pasal 19

Ayat (1)

Secara prinsip, Faktur Pajak harus dibuat pada saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Namun demikian karena suatu hal, dapat terjadi keterlambatan pembuatan Faktur Pajak. Atas keterlambatan pembuatan Faktur Pajak dikenai sanksi sesuai dengan Pasal 14 ayat (1) huruf d juncto Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tanpa adanya ketentuan mengenai

batas waktu keterlambatan. Untuk menjamin kepastian terlaksananya pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, perlu adanya pembatasan jangka waktu pembuatan Faktur Pajak. Di samping itu, ketentuan ini dimaksudkan juga untuk menyelaraskan pengakuan penghasilan di dalam menghitung peredaran usaha yang digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan dengan peredaran usaha yang digunakan untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai.

Dengan demikian, saat pembuatan Faktur Pajak ditentukan sesuai dengan prinsip bisnis yang sehat dan harus memenuhi prinsip akuntansi yang berlaku umum serta diterapkan secara konsisten.

Termasuk dalam pengertian Faktur Pajak dalam ketentuan ini, yaitu dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang dibuat atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak.

Untuk kepastian hukum dan untuk memberikan kemudahan administrasi kepada Pengusaha Kena Pajak dalam memenuhi kewajiban Pajak Pertambahan Nilai, perlu penjelasan atau penegasan dalam bentuk ilustrasi kapan saat pembuatan Faktur Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan ekspor Barang Kena Pajak.

Contoh saat pembuatan Faktur Pajak:

1. Penyerahan Barang Kena Pajak bergerak.

Contoh 1:

PT Aman menyerahkan Barang Kena Pajak secara langsung kepada Tuan Igna pada tanggal 15 Mei

2021. Atas transaksi penyerahan Barang Kena Pajak tersebut, PT Aman membuat Faktur Pajak pada tanggal 15 Mei 2021.

Contoh 2:

PT Berkah yang berkedudukan di Jakarta menjual Barang Kena Pajak kepada PT Ceria di Surabaya dengan syarat pengiriman (term of delivery) loco gudang penjual (FOB shipping point). Barang Kena Pajak dikeluarkan dari gudang PT Berkah dan dikirim ke gudang PT Ceria pada tanggal 10 Juni 2021 dengan menggunakan perusahaan ekspedisi dengan tanggal DO (delivery order) 10 Juni 2021. Barang diterima oleh PT Ceria pada tanggal 12 Juni 2021. Atas transaksi penyerahan Barang Kena Pajak tersebut, PT Berkah membuat Faktur Pajak pada tanggal 10 Juni 2021.

Dalam hal pada contoh 1 dan contoh 2 di atas, faktur penjualan (invoice) diterbitkan tidak pada tanggal penyerahan secara langsung atau pada saat diserahkan kepada juru kirim atau pengusaha jasa angkutan karena kondisi tertentu, maka Faktur Pajak wajib dibuat pada saat penerbitan faktur penjualan. Penerbitan faktur penjualan tersebut harus dilakukan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten.

Contoh 3:

PT Cantik di Jakarta menjual Barang Kena Pajak kepada PT Sentosa di Semarang dengan syarat pengiriman (term of delivery) franco gudang pembeli (FOB destination). Barang dikeluarkan dari gudang PT Cantik dan dikirim ke gudang PT Sentosa pada tanggal 12 Agustus 2021 dengan menggunakan perusahaan ekspedisi. Barang diterima oleh PT Sentosa pada tanggal 13 Agustus

2021. PT Cantik menerbitkan faktur penjualan (invoice) pada tanggal 16 Agustus 2021. Atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut, PT Cantik wajib membuat Faktur Pajak pada tanggal 13 Agustus 2021 atau paling lama tanggal 16 Agustus 2021.

2. Penyerahan Barang Kena Pajak tidak bergerak.

Contoh 1:

Perjanjian jual beli sebuah rumah ditandatangani tanggal 1 Mei 2021. Perjanjian penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai rumah tersebut dibuat atau ditandatangani tanggal 1 September 2021. Faktur Pajak harus dibuat pada tanggal 1 September 2021.

Jika sebelum surat atau akta tersebut dibuat atau ditandatangani, barang tidak bergerak telah diserahkan atau berada dalam penguasaan pembeli atau penerimanya, maka Faktur Pajak harus dibuat pada saat barang tersebut secara nyata diserahkan atau berada dalam penguasaan pembeli atau penerima barang.

Contoh 2:

Rumah siap pakai dijual dan diserahkan secara nyata tanggal 1 Agustus 2021. Faktur Pajak harus dibuat pada tanggal 1 Agustus 2021.

Jika sebelum surat atau akta tersebut dibuat atau ditandatangani, barang tidak bergerak telah diserahkan atau berada dalam penguasaan pembeli atau penerimanya, maka Faktur Pajak harus dibuat pada saat barang tersebut secara nyata diserahkan atau berada dalam penguasaan pembeli atau penerima barang.

Contoh 3:

Rumah siap pakai dijual dan diserahkan secara nyata tanggal 1 Agustus 2021. Perjanjian jual beli ditandatangani tanggal 1 September 2021. Faktur Pajak harus dibuat pada tanggal 1 Agustus 2021.

3. Penyerahan Jasa Kena Pajak.

Contoh 1:

PT Semangat menyewakan 1 (satu) unit ruko kepada PT Diatetupa dengan masa kontrak selama 12 (dua belas) tahun. Dalam kontrak, disepakati antara lain:

  • PT Diatetupa mulai menggunakan ruko tersebut pada tanggal 1 September 2021.
  • Nilai kontrak sewa selama 12 (dua belas) tahun sebesar Rp120.000.000,00.
  • Pembayaran sewa, yaitu tahunan dan disepakati dibayar setiap tanggal 29 September dengan pembayaran sebesar Rp10.000.000,00 per tahun.

Pada tanggal 29 September 2021, PT Diatetupa melakukan pembayaran sewa untuk tahun pertama. Atas penyerahan Jasa Kena Pajak tersebut, PT Semangat wajib membuat Faktur Pajak pada tanggal 29 September 2021 dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp10.000.000,00.

Berita Terkait :  PP 78 Tahun 2021 Perlindungan Khusus Bagi Anak Pasal 33-54

Contoh 2:

PT Toryung mengontrak Firma Cerah Konsultan untuk memberikan jasa konsultasi manajemen dan pelatihan kepada staf marketing PT Toryung selama 6 (enam) bulan dengan nilai kontrak sebesar Rp60.000.000,00. Pembayaran jasa konsultasi akan dilakukan setiap bulan. Firma Cerah Konsultan mulai memberikan jasa konsultasi tanggal 1 Juli 2021. Pada tanggal 10 Agustus 2021, Firma Cerah Konsultan mengajukan tagihan untuk pembayaran jasa konsultasi bulan Juli 2021 sebesar Rp10.000.000,00. PT Toryung melakukan pembayaran atas tagihan tersebut pada tanggal

20 Agustus 2021. Atas transaksi tersebut, Firma Cerah Konsultan wajib membuat Faktur Pajak pada tanggal 10 Agustus 2021 dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp10.000.000,00 (sesuai dengan nilai tagihan) meskipun pembayaran baru diterima tanggal 20 Agustus 2021.

Contoh 3:

PT Setiyakom merupakan perusahaan jasa telekomunikasi. PT Setiyakom melakukan penagihan kepada pelanggan sesuai dengan periode pemakaian selama 1 (satu) bulan. Pengumpulan data-data pemakaian dari pelanggan memerlukan waktu beberapa hari, sehingga faktur penjualan baru dapat diterbitkan beberapa hari setelahnya.

Misalnya untuk pemakaian oleh pelanggan pada tanggal 1 sampai dengan 30 Juni 2021, PT Setiyakom menerbitkan faktur penjualan (melakukan penagihan) pada tanggal 5 Juli 2021.

Untuk kasus ini, Faktur Pajak dibuat pada saat penyerahan jasa tersebut dinyatakan atau dicatat sebagai piutang atau penghasilan, yaitu pada akhir periode pemakaian (tanggal 30 Juni 2021) atau paling lama pada saat diterbitkannya faktur penjualan (tanggal 5 Juli 2021).

Matriks saat pembuatan Faktur Pajak untuk beberapa contoh penyerahan di bidang jasa telekomunikasi, yaitu sebagai

berikut:

No. Periode Pemakaian/ penyerahan Jasa Kena Pajak Periode Pengakuan Penghasilan Saat Diakui

Penghasilan

Penerbitan

Faktur Penjualan

Paling Lama Faktur Pajak Dibuat
1a 1 – 30 Juni 2021 1 – 30 Juni 2021 Juni 2021 30 Juni 2021 30 Juni 2021
1b 1 – 30 Juni 2021 1 – 30 Juni 2021 Juni 2021 5 Juli 2021 5 Juli 2021
1c 1 – 30 Juni 2021 1 – 30 Juni 2021 Juni 2021 31 Juli 2021 31 Juli 2021
2 26 Mei – 25 Juni

2021

26 Mei – 25 Juni

2021

Juni 2021 6 Juli 2021 6 Juli 2021
3 16 Mei – 15 Juni

2021

16 Mei – 15 Juni

2021

Mei 2021 20 Juni 2021 20 Juni 2021
4 16 Mei – 15 Juni

2021

16 Mei – 15 Juni

2021

Juni 2021 20 Juni 2021 20 Juni 2021
5 16 Mei – 15 Juni

2021

16 – 31 Mei 2021 Mei 2021 31 Mei 2021 31 Mei 2021
1 – 15 Juni 2021 Juni 2021 15 Juni 2021 15 Juni 2021

4. Penyerahan sebagian tahap pekerjaan (pembayaran termin).

Atas penyerahan sebagian tahap pekerjaan, misalnya penyerahan jasa pemborongan bangunan atau barang tidak bergerak lainnya, saat pembuatan Faktur Pajaknya dapat dijelaskan sebagai berikut:

Umumnya, pekerjaan jasa pemborongan bangunan dan barang tidak bergerak lainnya diselesaikan dalam suatu masa tertentu. Sebelum jasa pemborongan itu selesai dan siap untuk diserahkan, telah diterima pembayaran di muka sebelum pekerjaan pemborongan dimulai atau pembayaran atas sebagian penyelesaian pekerjaan jasa sesuai dengan tahap atau kemajuan penyelesaian pekerjaan. Dalam hal ini, Pajak Pertambahan Nilai terutang pada saat pembayaran tersebut diterima oleh pemborong atau kontraktor, sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.

Selanjutnya, setelah bangunan atau barang tidak bergerak tersebut selesai dikerjakan, maka jasa pemborongan seluruhnya diserahkan kepada penerima jasa. Dalam hal ini, Pajak Pertambahan Nilai terutang pada saat penyerahan Jasa Kena Pajak itu dilakukan meskipun pembayaran lunas jasa pemborongan tersebut belum diterima oleh pemborong atau kontraktor, sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.

Contoh:

  1. Tanggal 1 April 2021, perjanjian pemborongan ditandatangani dan diterima uang muka sebesar 20%.
  2. Tanggal 1 Mei 2021, pekerjaan selesai 20%, diterima pembayaran tahap ke-1.
  3. Tanggal 1 Juni 2021, pekerjaan selesai 50%, diterima pembayaran tahap ke-2.
  4. Tanggal 20 Juni 2021, pekerjaan selesai 80%, diterima pembayaran tahap ke-3.
  5. Tanggal 25 Agustus 2021, pekerjaan selesai 100%, bangunan atau barang tidak bergerak diserahkan.
  6. Tanggal 1 September 2021, diterima pembayaran tahap akhir (ke-4) sebesar 95% dari harga borongan.
  7. Tanggal 1 Maret 2022, diterima pembayaran pelunasan seluruh jasa pemborongan.

Pada angka 1 sampai dengan angka 4, Pajak Pertambahan Nilai terutang pada tanggal diterimanya pembayaran (tahap), sedangkan pada angka 5 sampai dengan angka 7, Pajak Pertambahan Nilai terutang pada tanggal 25 Agustus 2021 atau saat jasa pemborongan (bangunan atau barang tidak bergerak) selesai dilakukan dan diserahkan kepada pemiliknya.

Tanggal pembayaran yang tersebut pada angka 6 dan angka 7 tidak perlu diperhatikan, karena tidak termasuk saat yang menentukan terutangnya Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan dasar akrual yang dianut dalam Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai.

Ayat (2)

Cara penghitungan tersebut di atas juga berlaku dalam hal penjualan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dilakukan dengan pembayaran uang muka, sedangkan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut dilakukan kemudian.

Dihapus. Ayat (3) Pada dasarnya Faktur Pajak harus dibuat pada saat

penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak. Namun demikian karena suatu hal, dapat terjadi keterlambatan pembuatan Faktur Pajak. Atas keterlambatan pembuatan Faktur Pajak dikenai sanksi sesuai dengan Pasal 14 ayat (1) huruf d juncto Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tanpa adanya ketentuan mengenai batas waktu keterlambatan. Untuk menjamin kepastian terlaksananya pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang terutang Pajak Pertambahan Nilai, perlu adanya pembatasan jangka waktu pembuatan Faktur Pajak.

Di samping itu, ketentuan ini dimaksudkan juga untuk menyelaraskan pengakuan penghasilan di dalam menghitung peredaran usaha yang digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan dengan peredaran usaha yang digunakan untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai.

Termasuk dalam pengertian Faktur Pajak dalam ketentuan ini, yaitu dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang dibuat atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak.

Ayat (4)

Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak. Dengan demikian, Faktur Pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melebihi batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bukan merupakan bukti pungutan pajak yang sah.

Ayat (5)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi pembeli Barang Kena Pajak dan/atau penerima Jasa Kena Pajak dengan menegaskan bahwa Faktur Pajak yang dibuat lebih dari 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bukan merupakan bukti pungutan pajak yang sah, sehingga Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.

Angka 7

Pasal 19A Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Faktur Pajak harus diisi secara benar, lengkap, dan jelas serta ditandatangani oleh pihak yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya. Namun, keterangan mengenai

Pajak Penjualan atas Barang Mewah hanya diisi apabila atas penyerahan Barang Kena Pajak terutang Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Faktur Pajak yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan dalam Pasal ini mengakibatkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.

Ayat (3)

Cukup jelas. Ayat (4)

Cukup jelas. Ayat (5)

Faktur Pajak yang mencantumkan identitas pembeli

Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak berupa nama, alamat, dan nomor induk kependudukan bagi subjek pajak dalam negeri orang pribadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak termasuk Faktur Pajak yang tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.

Dengan demikian, Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak dimaksud merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak orang pribadi sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan Pajak Masukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Angka 8

Pasal 20

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2) Dihapus.

Ayat (3) Dihapus.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 6

Angka 1

Pasal 1

Cukup jelas.

Angka 2

Pasal 7

Ayat (1)

Prinsip dari sistem self assessment dalam pemungutan pajak adalah memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk secara sukarela menghitung, membayar dan melaporkan pajak terutang berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Dengan demikian, meskipun terhadap Wajib Pajak sedang dilakukan tindakan penegakan hukum, Wajib Pajak tetap memiliki kesempatan untuk secara sukarela memenuhi kewajiban perpajakannya dengan mengungkapkan sendiri ketidakbenaran perbuatannya. Dalam hal Wajib Pajak melakukan perbuatan, yaitu:

a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau b. menyampaikan Surat Pemberitahuan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, yang dilakukan karena kealpaan atau dengan sengaja, Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebelum melakukan Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.

Dalam rangka penerapan sistem self assessment secara konsisten, meskipun Wajib Pajak telah melakukan perbuatan sebagaimana tersebut di atas dan terhadap Wajib Pajak sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau Pemeriksaan Bukti Permulaan telah ditindaklanjuti untuk dilakukan Penyidikan, Wajib Pajak tetap memiliki kesempatan untuk mengungkapkan sendiri kesalahannya dan terhadap Wajib Pajak tidak akan dilakukan Penyidikan, sepanjang surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan belum diberitahukan kepada Penuntut Umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.

Untuk memberikan kepastian hukum, yang dimaksud dengan mulai dilakukan Penyidikan sebagaimana diatur pada ayat ini adalah saat surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan diberitahukan kepada Penuntut Umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. Dengan demikian, dalam hal pemberitahuan dimulainya Penyidikan telah dilakukan, kesempatan untuk mengungkapkan ketidakbenaran perbuatan sudah tertutup bagi Wajib Pajak.

Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat (2a)

Cukup jelas. Ayat (3)

Pengungkapan ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak yang diatur pada ayat ini dapat dilakukan:

  1. pada saat Wajib Pajak dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan; atau
  2. pada saat Pemeriksaan Bukti Permulaan telah ditindaklanjuti untuk dilakukan Penyidikan namun sepanjang surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan belum diberitahukan kepada Penuntut Umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.

Dalam hal pengungkapan ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak disampaikan saat dilakukannya Pemeriksaan Bukti Permulaan maka untuk membuktikan bahwa pengungkapan ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak tersebut telah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, Direktur Jenderal Pajak menyelesaikan Pemeriksaan Bukti Permulaan yang sedang dilakukan.

Dalam hal pengungkapan ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak disampaikan setelah Pemeriksaan Bukti Permulaan telah ditindaklanjuti untuk dilakukan Penyidikan namun surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan belum diberitahukan kepada Penuntut Umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Penyidikan dihentikan sepanjang pengungkapan ketidakbenaran tersebut telah dinyatakan sesuai dengan keadaan sebenarnya melalui keterangan ahli. Yang dimaksud dengan “sesuai dengan keadaan yang

sebenarnya” adalah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan menurut pengungkapan Wajib Pajak jumlahnya sama atau lebih besar daripada temuan Pemeriksaan Bukti Permulaan. Apabila pengungkapan ketidakbenaran perbuatan

Wajib Pajak telah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, Pemeriksaan Bukti Permulaan tidak ditindaklanjuti dengan Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan dan kepada Wajib Pajak disampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai tidak ditindaklanjutinya Pemeriksaan Bukti Permulaan dengan Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.

Bagikan: