PP 9 tahun 2021 Perlakuan Perpajakan Untuk Mendukung Kemudahan Berusaha

Dian Hadi Saputra

PP 9 tahun 2021 Perlakuan Perpajakan Untuk Mendukung Kemudahan Berusaha

PENJELASAN ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 9 TAHUN 2021

TENTANG

PERLAKUAN PERPAJAKAN UNTUK MENDUKUNG KEMUDAHAN BERUSAHA

1. UMUM

Dalam rangka mendukung cipta kerja yang memerlukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan kemudahan, perlindungan dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah, peningkatan ekosistem investasi, dan percepatan proyek strategis nasional, termasuk peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja, telah diundangkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Undang-Undang Cipta Kerja).

Undang-Undang Cipta Kerja antara lain telah mengubah 3 (tiga) Undang-Undang di bidang perpajakan, yaitu Undang-Undang Pajak Penghasilan, Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, dan Undang- Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Dalam Undang- Undang Cipta Kerja tersebut antara lain terdapat amanah dalam ketentuan Pasal 111 yang mengatur mengenai pengenaan tarif Pajak Penghasilan Pasal 26 ayat (1b) Undang-Undang Pajak Penghasilan atas penghasilan berupa bunga yang diterima oleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia.

Dalam ketentuan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Cipta Kerja, juga terdapat pengaturan untuk melakukan penyesuaian peraturan pelaksanaan dari undang-undang yang dilakukan perubahan dengan Undang-Undang Cipta Kerja, yaitu dalam hal ini Undang-Undang Pajak Penghasilan, Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, dan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Dalam rangka pelaksanaan lebih lanjut ketentuan dalam Undang-Undang Cipta Kerja tersebut di atas perlu melakukan penyesuaian beberapa peraturan sebagai berikut:

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2019, yang merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Pajak Penghasilan;
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 42 Tahun 2009, yang merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai; dan
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, yang merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Di samping itu, dalam rangka mendukung kemudahan berusaha sebagai salah satu tujuan dari Undang-Undang Cipta Kerja, terdapat proses bisnis di bidang perpajakan yang juga perlu dilakukan penyesuaian, yaitu dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi dalam administrasi perpajakan. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menyederhanakan proses bisnis dan memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya.

Pada prinsipnya, Peraturan Pemerintah ini bertujuan untuk memberikan landasan hukum pengaturan perlakuan perpajakan untuk mendukung kemudahan berusaha serta mendukung percepatan implementasi kebijakan strategis di bidang perpajakan sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja.

Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi perlakuan perpajakan untuk mendukung kemudahan berusaha di bidang Pajak Penghasilan, bidang Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta bidang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dengan pokok-pokok materi antara lain sebagai berikut:

  1. perlakuan perpajakan di bidang Pajak Penghasilan antara lain pengaturan dividen atau penghasilan lain yang dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan berlaku untuk yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak orang pribadi dan badan dalam negeri sejak diundangkannya Undang-Undang Cipta Kerja
  2. perlakuan perpajakan di bidang Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah antara lain pengaturan kedudukan nomor induk kependudukan dipersamakan dengan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam rangka pembuatan Faktur Pajak dan pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak pembeli orang pribadi; dan
  3. perlakuan perpajakan di bidang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan antara lain perubahan sanksi administratif dalam pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan pada saat Pemeriksaan dari 50% (lima puluh persen) menjadi tarif bunga berdasarkan suku bunga acuan dengan jangka waktu maksimal 24 (dua puluh empat) bulan, dan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan dari 150% (seratus lima puluh persen) menjadi 100% (seratus persen), serta permintaan penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan dari denda sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak menjadi 3 (tiga) kali jumlah pajak.
Berita Terkait :  Peraturan Pemerintah Perlindungan Khusus Bagi Anak Bagaian 3

Dengan penyusunan Peraturan Pemerintah ini diharapkan optimalisasi pengaturan di bidang perpajakan dapat mendukung dan mewujudkan tujuan dari Undang-Undang Cipta Kerja yang akan memberikan dampak positif bagi peningkatan perekonomian Negara Kesatuan Republik Indonesia.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat (3)

Cukup jelas. Ayat (4)

Cukup jelas. Ayat (5)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “Obligasi dengan kupon” adalah yang dikenal dengan istilah interest bearing debt securities. Yang dimaksud dengan “masa kepemilikan” adalah yang dikenal dengan istilah holding period.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “bunga berjalan” adalah yang dikenal dengan istilah accrued interest.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “Obligasi tanpa bunga” adalah yang dikenal dengan istilah non-interest bearing debt securities.

Ayat (6)

Cukup jelas. Ayat (7)

Pemberlakuan secara mutatis mutandis dimaksudkan bahwa ketentuan perpajakan yang berlaku umum berlaku pula untuk transaksi berbasis syariah. Imbal hasil tersebut dapat berupa ujrah/fee, margin, bagi hasil, atau penghasilan sejenis lainnya sesuai dengan pendekatan transaksi syariah yang digunakan.

Ayat (8)

Cukup jelas.

Pasal 4

Angka 1

Pasal 1

Cukup jelas.

Angka 2

Pasal 2A Ayat (1)

Yang dimaksud dengan diterima atau diperoleh dividen atau penghasilan lain:

1. untuk perusahaan yang tidak go public, adalah saat dibukukan sebagai utang dividen yang akan dibayarkan, yaitu pada saat pembagian dividen diumumkan atau ditentukan dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) tahunan.

2. untuk perusahaan yang go public, adalah pada tanggal penentuan kepemilikan pemegang saham yang berhak atas dividen (recording date).

Contoh dividen atau penghasilan lain yang memenuhi dan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f untuk dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan:

1. PT A (perusahaan go public di Indonesia) mengumumkan dividen sebesar Rp10.000.000.000,00 saat RUPS pada tanggal 27 Oktober 2020. Recording date dilakukan pada

tanggal 30 Oktober 2020 dan pembayaran dividen dilakukan pada tanggal 5 November 2020. Maka atas penghasilan dividen yang diterima oleh PT B (pemegang saham saat recording date) tidak termasuk penghasilan dividen yang dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan.

2. PT X (perusahaan tidak go public) mengumumkan dividen sebesar Rp15.000.000.000,00 saat RUPS pada tanggal 3 November 2020. Pembayaran dividen dilakukan pada tanggal 5 November 2020. Maka atas penghasilan dividen yang diterima oleh Tuan Y (pemegang saham PT X) termasuk penghasilan dividen yang dapat dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan.

Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat (3)

Cukup jelas. Ayat (4)

Cukup jelas. Ayat (5)

Cukup jelas. Ayat (6)

Cukup jelas. Ayat (7)

Cukup jelas. Ayat (8)

Cukup jelas.

Pasal 5

Angka 1

Pasal 1

Cukup jelas.

Angka 2

Pasal 5A

Cukup jelas.

Angka 3

Pasal 16

Dihapus.

Angka 4

Pasal 17

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat (3)

Huruf a

Saat penyerahan barang bergerak merupakan dasar penentuan saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan

sekaligus sebagai dasar pembuatan Faktur Pajak. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menyinkronkan saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan praktik yang lazim terjadi dalam kegiatan usaha yang tercermin dalam praktik pencatatan atau pembukuan berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum serta diterapkan secara konsisten oleh Pengusaha Kena Pajak.

Dalam praktik kegiatan usaha dan berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum, maka:

  1. penyerahan barang bergerak dapat terjadi pada saat barang tersebut dikeluarkan dari penguasaan Pengusaha Kena Pajak (penjual) dengan maksud langsung atau tidak langsung untuk diserahkan pada pihak lain. Oleh karena itu, Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang pada saat hak penguasaan barang telah berpindah kepada pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas nama pembeli; dan
  2. perpindahan hak penguasaan atas barang dapat juga terjadi pada saat barang diserahkan kepada pihak kedua atau pembeli atau pada saat barang diserahkan melalui juru kirim, pengusaha angkutan, perusahaan angkutan, atau pihak ketiga lainnya. Oleh karena itu, Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang pada saat barang diserahkan kepada juru kirim atau perusahaan angkutan.
Berita Terkait :  Peraturan Pemerintah Perlindungan Khusus Bagi Anak

Saat penyerahan barang sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, tercermin dalam

prinsip akuntansi yang berlaku umum dalam bentuk pengakuan sebagai piutang atau penghasilan dengan penerbitan faktur penjualan sebagai sumber dokumennya.

Dalam kegiatan usaha, saat pengakuan piutang atau penghasilan atau saat penerbitan faktur penjualan dapat terjadi tidak bersamaan dengan saat penyerahan barang secara fisik sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b. Oleh karena itu, dalam rangka memberikan kemudahan administrasi terkait dengan saat pembuatan Faktur Pajak, saat penerbitan faktur penjualan ditetapkan sebagai saat penyerahan barang yang menjadi dasar saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Termasuk dalam pengertian faktur penjualan, yaitu dokumen lain yang berfungsi sama dengan faktur penjualan.

Huruf b

Penyerahan Barang Kena Pajak untuk Barang Kena Pajak tidak bergerak terjadi pada saat surat atau akta perjanjian yang mengakibatkan perpindahan hak atas barang tersebut ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan. Saat tersebut menjadi dasar penentuan saat terutang Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Namun demikian, dalam hal penyerahan hak atas barang tidak bergerak tersebut secara nyata telah terjadi meskipun surat atau akta perjanjian yang mengakibatkan perpindahan hak belum ditandatangani, penyerahan Barang Kena Pajak dianggap telah terjadi.

Huruf c

Cukup jelas. Huruf d

Yang dimaksud dengan “persediaan” adalah persediaan bahan baku, persediaan bahan pembantu, persediaan barang dalam proses, persediaan barang setengah jadi, dan/atau persediaan barang jadi.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “penggabungan usaha, peleburan usaha, pemecahan usaha, dan pengambilalihan usaha” adalah penggabungan usaha, peleburan usaha, pemisahan usaha, dan pengambilalihan usaha sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perseroan terbatas.

Yang dimaksud dengan “pemekaran usaha”

adalah pemisahan 1 (satu) badan usaha menjadi 2 (dua) badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melakukan

likuidasi badan usaha yang lama.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “perubahan bentuk usaha” adalah berubahnya bentuk usaha yang digunakan oleh Pengusaha Kena Pajak, misalnya semula bentuk usaha Pengusaha Kena Pajak adalah commanditaire vennootschap kemudian berubah menjadi perseroan terbatas.

Cukup jelas. Ayat (5)

Penyerahan Jasa Kena Pajak terjadi pada saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya. Saat penyerahan Jasa Kena Pajak ini merupakan dasar

penentuan saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai dan sekaligus sebagai dasar pembuatan Faktur Pajak.

Namun demikian, dalam praktik kegiatan usaha dan berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum, saat pengakuan piutang atau penghasilan, atau saat penerbitan faktur penjualan dapat terjadi tidak bersamaan dengan saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya. Dalam rangka memberikan kemudahan administrasi terkait dengan saat pembuatan Faktur Pajak, saat penerbitan faktur penjualan dapat ditetapkan sebagai saat penyerahan jasa yang menjadi dasar saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai.

Ketentuan ini dimaksudkan untuk menyinkronkan saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai dengan praktik yang lazim terjadi dalam kegiatan usaha yang tercermin dalam praktik pencatatan atau pembukuan berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum serta diterapkan secara konsisten oleh Pengusaha Kena Pajak.

Ayat (6)

Cukup jelas. Ayat (7)

Cukup jelas. Ayat (8)

Cukup jelas.

Ayat (9)

Cukup jelas. Ayat (10)

Cukup jelas.

Angka 5

Pasal 17A Ayat (1)

Penyerahan Barang Kena Pajak Berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang bergerak yang dilakukan secara konsinyasi, yaitu penyerahan Barang Kena Pajak yang dilakukan dengan cara:

  1. consignor menitipkan Barang Kena Pajak kepada consignee; dan
  2. consignee menyerahkan Barang Kena Pajak yang dititipkan sebagaimana dimaksud pada huruf a kepada pembeli Barang Kena Pajak dimaksud.

Berdasarkan ketentuan ini, penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi oleh consignor tidak terjadi pada saat Barang Kena Pajak tersebut diserahkan secara langsung untuk dititipkan kepada consignee, tetapi terjadi pada saat consignor mengakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak consignor, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Angka 6

Bagikan: