PP 78 Tahun 2021 Perlindungan Khusus Bagi Anak Pasal 8-32

Dian Hadi Saputra

PP 78 Tahun 2021 Perlindungan Khusus Bagi Anak Pasal 8-32

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2021 TENTANG PERLlNDUNGAN KHUSUS BAGI ANAK

Pasal 8

(1) Pemberian bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c diberikan dalam bentuk:

  1. konsultasi hukum, pendampingan hukum, dan pembelaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ;
  2. penyediaan penerjemah bahasa bagi Anak dalam proses hukum termasuk penerjemah bahasa isyarat bagi Anak Penyandang Disabilitas;
  3. pemberian informasi mengenai perkembangan kasusnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
  4. pemberian bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Pemberlakuan kegiatan rekreasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf d terdiri dari kegiatan latihan Iisik bebas sehari-hari di ruangan terbuka, kegiatan hiburan harian, kesenian, atau mengembangkan keterampilan.

(3) Penghindaran dari penangkapan, penahanan, atau penjara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf g dilakukan dengan memperhatikan umur Anak, jenis pidana yang dilakukan, ancaman pidana yang dilakukan, dan pertanggungj awaban pidananya.

(4) Pemberian keadilan di muka pengadilan Anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf h dilakukan dengan mengupayakan adanya pengadilan ramah Anak dengan standar sarana dan prasarana sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

(5) Penghindaran dari publikasi atas identitasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf i dilakukan dengan cara merahasiakan nama Anak yang Berhadapan dengan Hukum, nama orang tua, alamat, wajah, dan hal lain yang dapat mengungkapkan jati diri Anak yang Berhadapan dengan Hukum.

(6) Pemberian pendampingan orang tua/wali dan orang yang dipercaya oleh Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) hurufj dilakukan untuk membantu dan memberikan penguatan kepada Anak agar siap mengikuti proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

(7) Pemberian advokasi sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf k dimaksudkan untuk melindungi dan membela Anak yang Berhadapan dengan Hukum yang diberikan dalam bentuk penyadaran hak dan kewajiban, pembelaan, dan pemenuhan hak.

(8) Pemberian pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf o dilakukan dalam bentuk promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan.

Pasal 9

(1) Upaya pencegahan agar Anak tidak berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a dilakukan supaya:

  1. Anak tidak menjadi korban tindak pidana;
  2. Anak tidak berkonflik dengan hukum; dan
  3. Anak tidak lagi melakukan tindak pidana.

(2) Pencegahan agar Anak tidak berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:

  1. media cetak, media elektronik, dan media dalam jaringan;
  2. tatap muka berupa peny’uluhan, diskusi, ceramah, kampanye; dan
  3. media di luar ruang.

(3) Upaya pencegahan agar Anak tidak berkonflik dengan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan melalui:

  1. diseminasi;
  2. menyediakan tempat atau ruang untuk bermain, rekreasi yang sehat, dan menyalurkan kreativitas Anak;
  3. memberikan tuntunan nilai agama dan nilai sosial;
  4. melakukan pengawasan terhadap lingkungan yang akan berdampak terjadinya Anak yang Berhadapan dengan Hukum;
  5. meningkatkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga;
  6. memberikan pembinaan kepribadian dan pelatihan keterampilan;
  7. menyediakan tempat atau ruang untuk bermain, rekreasi yang sehat, dan menyalurkan kreativitas Anak;
  8. memberikan tuntunan agama, nilai sosial, dan budi pekerti;
  9. mengembangkan lingkungan yang peduli terhadap Anak yang Berhadapan dengan Hukum;
  10. dan/atau melibatkan keluarga dalam program pelayanan, pembinaan, dan pembimbingan.

Pasal 10

Perlindungan Khusus bagi Anak yang Berhadapan dengan Hukum berupa penyelesaian administrasi perkara, rehabilitasi, dan Reintegrasi Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b sampai dengan huruf d dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 11

(1) Upaya pencegahan agar Anak tidak berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dilakukan oleh Menteri dan Pemerintah Daerah.

(2) Perlindungan Khusus bagi Anak yang Berhadapan dengan Hukum berupa penyelesaian administrasi perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b dilakukan oleh kementerian/lembaga sesuai dengan tugas dan fungsi.

Berita Terkait :  Peraturan Pemerintah Perlindungan Khusus Bagi Anak Bagaian 3

(3) Perlindungan Khusus bagi Anak yang Berhadapan dengan Hukum berupa rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial, dan Pemerintah Daerah.

(4) Perlindungan Khusus bagi Anak yang Berhadapan dengan Hukum berupa Reintegrasi Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.

BAB IV

ANAK DARI KELOMPOK MINORITAS DAN TERISOLASI

Pasal 12

Perlindungan Khusus bagi Anak dari Kelompok Minoritas dan Terisolasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c dilakukan melalui penyediaan sarana dan prasarana untuk dapat menikmati budayanya sendiri, mengakui dan melaksanakan ajaran agamanya sendiri, dan menggunakan bahasanya sendiri.

Pasal 13

(1) Penyediaan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dilakukan dalam bentuk:

  1. penyediaan ruang publik berbasis budaya, sanggar seni dan budaya, beserta perlengkapan dan pelatihannya termasuk tempat beribadah;
  2. pemberian fasilitas yang diperlukan dalam memberikan pelayanan bagi Anak dari Kelompok Minoritas dan Terisolasi; dan
  3. menyediakan aksesibilitas yang diperlukan Anak dari Kelompok Minoritas dan Terisolasi untuk memperoleh pemenuhan kebutuhan dasar.

(2) Dalam hal Anak dari Kelompok Minoritas dan Terisolasi mengalami trauma sebagai akibat dari kekerasan, diskriminasi, dan perlakuan salah lainnya diberikan Rehabilitasi Sosial, layanan medis, dan/atau layanan kesehatan jiwa.

Pasal 14

(1) Perlindungan Khusus terhadap Anak dari Kelompok Minoritas dan Terisolasi agar tidak mendapatkan kekerasan, diskriminasi, dan perlakuan salah lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dilakukan dengan upaya pencegahan. (2) Upaya pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:

  1. pemberian edukasi kepada Masyarakat; dan
  2. koordinasi dengan Pemerintah Daerah.

(3) Upaya pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 15

(1) Penyediaan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat. (2)Aksesibilitas yang diperlukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf c dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat. (3) Rehabilitasi Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (21 dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial. (4) Layanan medis dan/atau layanan kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

BAB V

ANAK YANG DIEKSPLORTASI SECARA EKONOMI/ATAU SEKSUAL

Pasal 16

Perlindungan Khusus bagi Anak yang Dieksploitasi secara Ekonomi dan/atau Seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d dilakukan melalui:

  1. penyebarluasan dan/atau sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan Anak yang Dieksploitasi secara Ekonomi dan/atau Seksual;
  2. pemantarlan, pelaporan, dan pemberian sanksi; dan
  3. pelibatan berbagai perusahaan, serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, dan Masyarakat dalam penghapusan eksploitasi terhadap Anak secara ekonomi dan/atau seksual.

Pasal 17

(1) Penyebarluasan dan/atau sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a dilakukan melalui: a. peny.uluhan hukum; dan b. sarana komunikasi, informasi, dan edukasi. (2) Penyebarluasan dan/atau sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informasi.

Pasal 18

(1) Pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b dilakukan dengan cara pengamatan, pengidentifikasian, dan pencatatan untuk memperoleh data dan informasi terkait kondisi:

  1. Anak yang Dieksploitasi secara Ekonomi; atau
  2. Anak yang Dieksploitasi secara Seksual.

(2) Pemantauan Anak yang Dieksploitasi secara Ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan pada tempat sentra ekonomi dan di luar sentra ekonomi.

(3) Pemantauan Anak yang Dieksploitasi secara Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan pengawasan terhadap:

  1. praktik prostitusi dan pelacuran di lingkungannya;
  2. lokasi yang diduga menjadi tempat eksploitasi seksual terhadap Anak;
  3. pelaku yang diduga mengeksploitasi seksual Anak; dan
  4. tindakan razia untuk membebaskan Anak dari eksploitasi seksual.

(4) Pemantauan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri. (5) Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b disusun setelah dilakukan pemantauan terhadap Anak yang Dieksploitasi secara Ekonomi danf atau Seksual. (6) Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 19

Pelibatan berbagai perusahaan, serikat pekerja, Iembaga swadaya masyarakat, dan Masyarakat dalam penghapusan eksploitasi terhadap Anak secara ekonomi dan/atau seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf c dilakukan melalui:

  1. perusunan kebijakan tentang penghapusan eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual Anak di lingkungannya;
  2. kerja sama untuk mencegah agar Anak tidak dieksploitasi secara ekonomi dan I atau seksual;
  3. kampanye penghapusan eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual terhadap Anak;
  4. peningkatan pengawasan untuk mencegah agar Anak tidak dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual;
  5. dukungan perusahaan untuk penghapusan eksploitasi terhadap Anak melalui tanggung jawab sosial perusahaan; dan
  6. pelaporan kepada pihak berwenang apabila terdapat eksploitasi terhadap Anak secara ekonomi dan/atau seksual.
Berita Terkait :  Perlindungan Khusus Bagi Anak No 78 Tahun 2021 Pasal 55-86

Pasal 20

Dalam hal Anak yang Dieksploitasi secara Ekonomi dan/atau Seksual memerlukan pemulihan kondisi seperti semula harus diberikan layanan berupa:

  1. rehabilitasi medis;
  2. Rehabilitasi Sosial;
  3. bantuan hukum dan bantuan sosial; dan/atau
  4. pemulangan dan Reintegrasi Sosial.

Pasal 21

(1) Menteri memfasilitasi lembaga swadaya masyarakat dan Masyarakat untuk berpartisipasi dalam penghapusan eksploitasi Anak secara ekonomi dan/atau seksual. (2) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan memfasilitasi berbagai perusahaan dan serikat pekerja untuk berpartisipasi dalam penghapusan eksploitasi Anak secara ekonomi dan/atau seksual.

BAB VI

ANAK YANG MENJADI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA, ALKOHOL, PSIKOTROPIKA, DAN ZAT ADIKTIF LAINNYA

Pasal 22

Perlindungan Khusus bagi Anak yang Menjadi Korban Penyalahgunaan Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf e dilakukan melalui upaya pengawasan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi.

Pasal 23

Upaya pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dilakukan dengan cara:

  1. penguatan terhadap keluarga dan Masyarakat agar Anak tidak lagi terlibat dalam penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya;
  2. pemantauan di lingkungan sekitar agar tidak terj adi peredaran atau penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan
  3. pelaporan kepada pejabat/instansi yang berwenang jika terjadi peredaran dan penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.

Pasal 24

Upaya pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dilakukan dengan:

  1. komunikasi, informasi, dan edukasi tentang bahaya bagi Anak jika terlibat dalam produksi dan distribusi serta bahaya narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adlktif lainnya;
  2. peningkatan peran orang tua, keluarga, Masyarakat, pendidik, tenaga kependidikan, tokoh agama, tokoh adat, tokoh Masyarakat dalam mendukung proses Reintegrasi Sosial Anak yang Menjadi Korban Penyalahgunaan Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya;
  3. pemberian pemahaman dan kesadaran terhadap Anak mengenai bahaya merokok;
  4. pemberian pemahaman dan kesadaran terhadap Anak tentang bahaya Anak yang terlibat dalam produksi dan distribusi serta bahaya narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya;
  5. pelibatan Anak sebagai teman sebaya dalam rangka memberikan pemahaman dan perubahan pola pikir tentang bahaya Anak yang terlibat dalam produksi dan distribusi serta bahaya narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adrktif lainnya; dan
  6. pemuatan bahan ajar anti narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di satuan pendidikan.

Pasal 25

(1) Upaya perawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dilakukan untuk memberikan pemulihan kondisi fisik dan psikis Anak yang Menjadi Korban Penyalahgunaan Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya. (2) Perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:

  1. rawat jalan;
  2. rawat inap awal;
  3. rawat lanjutan; dan
  4. pasca rawat.

Pasal 26

Rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dilakukan melalui rehabilitasi medis, Rehabilitasi Sosial, dan pasca rehabilitasi.

Pasal 27

(1) Upaya pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dilakukan oleh Menteri, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan, Kepala Badan Narkotika Nasional, dan Pemerintah Daerah.

(2) Upaya perawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan dan Kepala Badan Narkotika Nasional.

(3) Rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.

BAB VII ANAK YANG MENJADI KORBAN PORNOGRAFI

Pasal 28

(1) Perlindungan Khusus bagi Anak yang Menjadi Korban Pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal3 ayat (1) huruf f dilaksanakan melalui upaya pembinaan, pendampingan, serta pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental.

(2) Ketentuan mengenai pembinaan, pendampingan, pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 29

Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya dengan:

  1. melakukan koordinasi pencegahan dan penanganan pornografi Anak;
  2. melakukan sosialisasi;
  3. mengadakan pendidikan dan pelatihan;
  4. meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab Masyarakat; dan melakukan pembinaan melalui sistem panti dan nonpanti.

Pasal 30

Pendampingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dilaksanakan dengan:

  1. bimbingan dan Konseling; dan
  2. kegiatan lain yang diperlukan.

Pasal 31

Pemulihan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) diberikan dalam bentuk:

  1. resosialisasi;
  2. penyuluhan mengenai nilai-nilai moral yang bersumber dari ajaran agama sesuai dengan agarna yang dianut Anak;
  3. peningkatan kesadaran Masyarakat untuk dapat menerima kembali Anak yang menjadi korban atau pelaku pornografi; dan
  4. pemantauan secara berkala.

Pasal 32

Pemulihan kesehatan fisik dan mental sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) diberikan dalam bentuk:

  1. terapi psikososial;
  2. Konseling;
  3. kegiatan yang bermanfaat;
  4. rujukan ke rumah sakit, rumah aman, pusat pelayanan, atau tempat alternatif lain sesuai dengan kebutuhan; dan/atau
  5. resosialisasi.

Bagikan: