PP No 78 Tahun 2021 Perlindungan Khusus Bagi Anak Pasal 1-7

Dian Hadi Saputra

PP No 78 Tahun 2021 Perlindungan Khusus Bagi Anak

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2021 TENTANG PERLlNDUNGAN KHUSUS BAGI ANAK

Menimbang:

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 71C Undang-Undang Nomor  35  Tahun  2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor  23 Tahun 2002 tentang  Perlindungan  Anak,  perlu  menetapkan Peraturan  Pemerintah  tentang  Perlindungan  Khusus bagi Anak;

Mengingat

  1. Pasal   5  ayat   (2)   Undang-Undang  Dasar  Negara Republik Indonesia Tahun  1945;
  2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002  tentang Perlindungan Anak  (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002  Nomor  109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235)   sebagaimana   telah beberapa  kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor  17 Tahun  2016 tentang Penetapan atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun  2016 tentang Perubahan  Kedua atas  Undang-Undang  Nomor   23    Tahun   2002 tentang  Perlindungan  Anak menjadi  Undang-Undang   (Lembaran   Negara Republik Indonesia Tahun  2016  Nomor 237,   Tambahan   Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5946);

MEMUTUSKAN

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI ANAK.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

  1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk Anak yang masih dalam kandungan.
  2. Perlindungan Khusus adalah suatu bentuk perlindungan yang diterima oleh Anak dalam situasi dan kondisi tertentu untuk mendapatkan jaminan rasa aman terhadap ancaman yang membahayakan diri dan jiwa dalam tumbuh kembangnya.
  3. Anak dalam Situasi Darurat adalah Anak yang berada dalam situasi lingkungan yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan Anak yang disebabkan, baik oleh faktor alam, nonalam, dan/ atau sosial.
  4. Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah Anak yang berkonflik dengan hukum, Anak yang menjadi korban tindak pidana, dan Anak yang menjadi saksi tindak pidana.
  5. Anak dari Kelompok Minoritas dan Terisolasi adalah Anak yang tertinggal, terdepan, terluar dalam lingkungan yang berbeda budaya, tradisi, suku, ras, agama dengan anak-anak lain yang jumlahnya jauh lebih sedikit dari Anak golongan lain.
  6. Anak yang Dieksploitasi secara Ekonomi adalah Anak yang menjadi korban dari tindakan pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan Anak oleh pihak lain atau tindakan lain yang sejenis untuk mendapatkan keuntungan materiil.
  7. Anak yang Dieksploitasi secara Seksual adalah Anak yang dimanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan melalui organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari Anak, termasuk tetapi tidak terbatas pada semua kegiatan pelacuran dan pencabulan.
  8. Anak yang Menjadi Korban Penyalahgunaan Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya adalah Anak yang dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.
  9. Anak yang Menjadi Korban Pornografi adalah Anak yang mengalami trauma atau penderitaan sebagai akibat tindak pidana pornografi.
  10. Human Immunodeficiency Virus yang selanjutnya disingkat HIV adalah virus yang menyerang sistem imun dan jika tidak diterapi dapat menurunkan daya tahan tubuh manusia hingga terjadi kondisi Acquired Immuno Deficiency Syndrome.
  11. Acquired Immuno Deficiencg Syndrome yang selanjutnya disingkat AIDS adalah suatu kumpulan gejala berkurangnya kemampuan pertahanan diri yang disebabkan oleh masuknya virus HIV dalam tubuh seseorang.
  12. Anak dengan HIV dan AIDS adalah Anak yang terinfeksi HIV dan/atau AIDS baik tertular dari orang tua ataupun dari faktor risiko lainnya.
  13. Anak Korban Penculikan adalah Anak yang dibawa seseorang secara melawan hukum dengan maksud untuk menempatkan Anak tersebut di bawah kekuasaannya atau kekuasaan orang lain atau untuk menempatkan Anak dalam keadaan tidak berdaya.
  14. Anak Korban Penjualan adalah Anak yang dipindahtangankan oleh seseorang atau kelompok orang ke pihak lainnya untuk suatu imbalan atau alasan lainnya.
  15. Anak Korban Perdagangan adalah Anak yang mengalami penderitaan psikis, mental, fisik, seksual, ekonomi, dan/atau sosial yang diakibatkan tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antarnegara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan Anak tereksploitasi.
  16. Anak Korban Kekerasan Fisik adalah Anak yang mengalami kekerasan yang menimbulkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.
  17. Anak Korban Kekerasan Psikis adalah Anak yang mengalami ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat.
  18. Anak Korban Kejahatan Seksual adalah Anak yang mengalami pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai, dan pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan I atau tujuan tertentu.
  19. Anak Korban Jaringan Terorisme adalah Anak yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana terorisme baik sebagai Anak korban, Anak pelaku, Anak dari pelaku, dan Anak saksi.
  20. Anak Penyandang Disabilitas adalah Anak yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak.
  21. Anak Korban Perlakuan Salah adalah Anak yang terancam secara fisik dan nonfisik karena tindak kekerasan, diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan keluarga atau lingkungan sosial terdekatnya, sehingga tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar baik secara jasmani, rohani, maupun sosial.
  22. Anak Korban Penelantaran adalah Anak yang tidak mendapatkan pemenuhan kebutuhan seperti namun tidak terbatas pada kebutuhan kesehatan, keamanan, dan kesejahteraan dari orang tua atau orang lain yang memiliki tanggung jawab secara hukum untuk mengasuh Anak tersebut sehingga mengakibatkan kerugian dalam proses tumbuh kembang Anak.
  23. Anak dengan Perilaku Sosial Menyimpang adalah Anak yang bersikap dan berperilaku yang tidak mempertimbangkan penilaian dan keberadaan orang lain secara umum di sekitarnya, menunjukkan sikap tidak bertanggung jawab serta kurangnya penyesalan mengenai kesalahannya, dan sering melakukan pelanggaran hak dan norma yang hidup dalam masyarakat.
  24. Anak yang Menjadi Korban Stigmatisasi dari Pelabelan terkait dengan Kondisi Orang Tuanya adalah Anak yang diberikan label sosial negatif didasarkan pada prasangka dan bertujuan untuk memisahkan, membedakan, mendiskreditkan, dan mengucilkan Anak dengan cap atau pandangan buruk dari pelabelan terkait dengan kondisi orang tuanya.
  25. Keluarga Pengganti adalah orang tua asuh, orang tua angkat, dan wali yang menjalankan peran dan tanggung jawab untuk memberikan pengasuhan alternatif pada Anak.
  26. Lembaga Pendidikan adalah satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai sistem pendidikan nasional.
  27. Konseling adalah suatu proses yang dilakukan dalam bentuk wawancara untuk membantu Anak memahami dirinya secara lebih baik, agar Anak dapat mengatasi kesulitan dalam penyesuaian dirinya terhadap berbagai peranan dan relasi serta menemukan pemecahan permasalahan yang tepat.
  28. Pendampingan Sosial adalah interaksi dinamis antara pekerja sosial dengan Anak yang memerlukan Perlindungan Khusus untuk bersama-sama menghadapi dan memecahkan masalah sosial yang dihadapi.
  29. Rehabilitasi Sosial adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan Anak mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
  30. Reintegrasi Sosial adalah proses penyiapan Anak yang memerlukan Perlindungan Khusus untuk dapat kembali ke lingkungan keluarga dan masyarakat.
  31. Masyarakat adalah perseorangan, keluarga, kelompok, media massa, dunia usaha, dan organisasi sosial dan/atau organisasi kemasyarakatan.
  32. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemberdayaan perempuan dan tugas pemerintahan di bidang perlindungan Anak.
  33. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  34. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Berita Terkait :  Perlindungan Khusus Bagi Anak No 78 Tahun 2021 Pasal 87

Pasal 2

Perlindungan Khusus bagi Anak bertujuan untuk:

  1. memberikan jaminan rasa aman bagi Anak yang memerlukan Perlindungan Khusus;
  2. memberikan layanan yang dibutuhkan bagi Anak yang memerlukan Perlindungan Khusus; dan c. mencegah terjadinya pelanggaran hak-hak Anak.

Pasal 3

(1) Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan Perlindungan Khusus kepada:

  1. Anak dalam Situasi Darurat;
  2. Anak yang Berhadapan dengan Hukum;
  3. Anak dari Kelompok Minoritas dan Terisolasi;
  4. Anak yang Dieksploitasi secara Ekonomi dan/atau Seksual;
  5. Anak yang Menjadi Korban Penyalahgunaan Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya;
  6. Anak yang Menjadi Korban Pornografi;
  7. Anak dengan HIV dan AIDS;
  8. Anak Korban Penculikan, Penjualan, dan/atau Perdagangan;
  9. Anak Korban Kekerasan Fisik dan/atau Psikis;
  10. Anak Korban Kejahatan Seksual;
  11. Anak Korban Jaringan Terorisme;
  12. Anak Penyandang Disabilitas;
  13. Anak Korban Perlakuan Salah dan Penelantaran;
  14. Anak dengan Perilaku Sosial Menyimpang; dan
  15. Anak yang Menjadi Korban Stigmatisasi dari Pelabelan Terkait dengan Kondisi Orang Tuanya.

(2) Perlindungan Khusus bagi Anak dilakukan melalui upaya:

  1. penanganan yang cepat, termasuk pengobatan danf atau rehabilitasi secara fisik, psikis, dan sosial, serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya;
  2. pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan;
  3. pemberian bantuan sosial bagi Anak yang berasal dari keluarga tidak mampu; dan
  4. pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan.

(3) Perlindungan Khusus kepada Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan di unit pelaksana teknis kementerian/lembaga, organisasi perangkat daerah, danf atau unit pelaksana teknis daerah yang telah dibentuk dengan mengacu kepada standar layanan yang telah ditetapkan. (4) Perlindungan Khusus kepada Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara cepat, komprehensif, dan terintegrasi.

Pasal 4

Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan lembaga negara lainnya dalam melaksanakan Perlindungan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 menyediakan:

  1. pekerja sosial dan tenaga kesejahteraan sosial;
  2. tenaga kesehatan yang kompeten dan terlatih;
  3. petugas pembimbing rohani/ibadah;
  4. pendidik dan tenaga kependidikan; dan/atau
  5. tenaga bantuan hukum.

BAB II

ANAK DALAM SITUASI DARURAT

Pasal 5

(1) Perlindungan Khusus kepada Anak dalam Situasi Darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, diberikan kepada:

  1. Anak yang menjadi pengungsi;
  2. Anak korban kerusuhan;
  3. Anak korban bencana alam; dan
  4. Anak dalam situasi konflik bersenjata.
Berita Terkait :  Peraturan Pemerintah Perlindungan Khusus Bagi Anak Bagaian 1

(2) Selain kepada Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perlindungan Khusus Anak dalam Situasi Darurat juga diberikan terhadap:

  1. Anak korban bencana sosial;
  2. Anak korban bencana non alam; dan
  3. Anak dari narapidana/tahanan perempuan.

(3) Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah berumur di atas 2 (dua) tahun, Anak dapat diasuh oleh keluarganya, orang tua asuh, atau lembaga asuhan anak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Perlindungan Khusus Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan dalam bentuk perawatan, pengasuhan, serta pemenuhan kebutuhan dasar dan kebutuhan khusus Anak sesuai dengan tingkat usia dan perkembangannya.

Pasal 6

(1) Perlindungan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dilakukan melalui:

  1. pencegahan agar Anak tidak menjadi korban dalam situasi darurat;
  2. mendata jumlah Anak yang memerlukan Perlindungan Khusus dalam situasi darurat;
  3. memetakan kebutuhan dasar dan spesifik Anak yang memerlukan Perlindungan Khusus dalam situasi darurat;
  4. jaminan keamanan dan keselamatan Anak dalam Situasi Darurat;
  5. pendataan Anak dan keluarganya untuk penelusuran dan reunifikasi keluarga;
  6. prioritas tindakan darurat penyelamatan, evakuasi, dan pengamanan;
  7. pemulihan kesehatan lisik dan psikis;
  8. pemberian bantuan hukum, pendampingan, rehabilitasi fisik, psikis, dan sosial Anak dalam Situasi Darurat;
  9. pengasuhan;
  10. perbaikan fasilitas yang dibutuhkan Anak dalam Situasi Darurat;
  11. pemenuhan kebutuhan dasar dan khusus Anak yang terdiri atas pangan, sandang, pemukiman, pendidikan, pemberian layanan kesehatan, belajar dan berekreasi, jaminan keamanan, dan persamaan perlakuan;
  12. pemenuhan kebutuhan khusus bagi Anak Penyandang Disabilitas dan Anak yang mengalami masalah psikososial;
  13. pembebasan biaya pendidikan baik yang dilakukan di Lembaga Pendidikan formal maupun nonformal selama masa darurat;
  14. pemberian layanan pemenuhan hak identitas Anak dan dokumen penting yang hilang karena situasi darurat; dan/atau
  15. pemberian layanan Reintegrasi Sosial.

(2) Perlindungan Khusus Anak dalam Situasi Darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sudah dapat diterima Anak dalam Situasi Darurat sesegera mungkin.

(3) Pencegahan agar Anak tidak menjadi korban tindak pidana atau sebagai akibat dari situasi darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh Menteri.

(4) Penelusuran dan reunifikasi keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.

(5) Tindakan darurat penyelamatan, evakuasi, dan pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dilakukan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana, dan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan.

(6) Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h dilakukan oleh Menteri, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

(7) Rehabilitasi fisik dan psikis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

(8) Rehabilitasi Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.

(9) Pengasuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.

(10) Pemenuhan kebutuhan dasar dan khusus Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k dilakukan oleh Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.

(11) Pemberian layanan kesehatan bagi Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

(12) Pemenuhan kebutuhan khusus bagi Anak Penyandang Disabilitas dan Anak yang mengalami masalah psikososial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf 1 dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan, kebudayaan, riset, dan teknologi.

(13) Pembebasan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan, kebudayaan, riset, dan teknologi, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama.

(14) Pemberian layanan pemenuhan hak identitas Anak dan dokumen penting yang hilang karena situasi darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

(15) Pemberian layanan Reintegrasi Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf o dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.

BAB III

ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM

Pasal 7

(1) Perlindungan Khusus bagi Anak yang Berhadapan dengan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b dilakukan melalui:

  1. perlakuan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya;
  2. pemisahan dari orang dewasa;
  3. pemberian bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif;
  4. pemberlakuan kegiatan rekreasional;
  5. pembebasan dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan martabat dan derajat;
  6. penghindaran dari penjatuhan pidana mati dan/atau pidana seumur hidup;
  7. penghindaran dari penangkapan, penahanan, atau penjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat;
  8. pemberian keadilan di muka pengadilan Anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum;
  9. penghindaran dari publikasi atas identitasnya;
  10. pemberian pendampingan orang tua/wali dan orang yang dipercaya oleh Anak;
  11. pemberian advokasi sosial; 1. pemberian kehidupan pribadi;
  12. pemberian aksesibilitas, terutama bagi Anak Penyandang Disabilitas ;
  13. pemberian pendidikan;
  14. pemberian pelayanan kesehatan; dan
  15. pemberian hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Perlindungan Khusus bagi Anak yang Berhadapan dengan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui upaya:

  1. pencegahan;
  2. penyelesaianadministrasiperkara;
  3. rehabilitasi; dan
  4. Reintegrasi Sosial.

 

Bagikan: