Menurut Lalu, di Mataram, Kamis, upaya penurunan kemiskinan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB masih belum signifikan.
“Harus kita akui penurunan kemiskinan di NTB kurang signifikan,” ujarnya.
Menurutnya, Pemprov NTB saat ini masih banyak menghabiskan dana untuk penanganan COVID-19. Hal ini menjadi pemicu program yang menyasar masyarakat dan menurunkan angka kemiskinan menjadi rendah.
APBD 2021 sudah dibahas tahun sebelumnya, meski COVID-19 melanda pada 2020, kondisi keuangan daerah masih normal dan mulai terasa di tahun 2022.
“Nah, begitu 2022 mulai terasa, karena dana masih banyak digunakan untuk penanganan COVID-19. Tahun 2023 kita tetap posisi pemulihan,” katanya.
Namun demikian, tahun 2022 Pemprov masih kesulitan menganggarkan lebih untuk penanganan kemiskinan. Sebab, menurunkan kemiskinan terbilang berat. Anggaran yang dikucurkan saat itu hanya sekitar 13 persen.
“Besar anggaran dibutuhkan untuk sekian digit penurunan kemiskinan. Keadaan memang tidak memungkinkan waktu itu,” ucapnya.
Meski demikian, di akhir masa jabatan Gubernur Zulkieflimansyah dan Wakil Gubernur Sitti Rohmi Djalilah kondisi kemiskinan masih akan tetap menjadi atensi wakil rakyat. Bahkan, data yang ia pegang saat ini akan dipadukan dengan data yang dimiliki Pemprov NTB
“Kita akan padukan data yang kita pegang dengan data yang dibawa mereka nanti,” katanya.
Oleh karena itu, program pemberdayaan masyarakat menjadi salah satu langkah strategis dalam upaya pengentasan kemiskinan.
Sebab, melalui program tersebut, pemerintah daerah dapat menyentuh langsung masyarakat melalui program-program pemberdayaan di sektor riil.
Baca juga: Gubernur NTB Canangkan Penurunan Kemiskinan 7,9 Persen
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) NTB, persentase penduduk miskin pada September 2022 sebesar 13,82 persen, turun sebesar 0,01 persen dibandingkan September 2021, yaitu sebesar 13,83 persen.
Sejak 2019 penurunan kemiskinan NTB terjadi sebelum pandemi, yaitu dari 735.960 (14,56 persen) menjadi 705.680 (13,88 persen) berdasarkan periode Maret-September 2019. Selanjutnya, di masa pandemi terhitung Maret-September 2020, sebesar 13,97 persen menjadi 14,23 persen dengan hitungan penduduk 713.890 menjadi 746.040.
Berikutnya, Maret 2020-September 2021 menjadi 14,14 persen. Maret – September 2021 ada penurunan, sehingga menjadi 13,83 persen atau 735.300. Selanjutnya, dari September 2021 ke Maret 2022 berkurang menjadi 13,68 persen atau penduduk miskin berjumlah 731.940.
Sumber: Antara.