humaniora

Humaniora: Pesantren Nuu War Bekasi didik santri dari Indonesia timur

Lely

Humaniora: Pesantren Nuu War Bekasi didik santri dari Indonesia timur

Kenapa dibuat pesantren di Jawa Barat? … agar membuka pola pikir mereka,

Kabupaten Bekasi (PRESSRELEASE.CO.ID) – Berlokasi di sudut selatan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, tepatnya Desa Taman Sari, Kecamatan Setu, berdiri sebuah pondok pesantren sederhana yang kental dengan aktivitas religi terlebih pada bulan Ramadhan kali ini.

Di dalam kompleks pesantren itu berisi asrama semipermanen hingga bangunan masjid yang belum sepenuhnya jadi. Kendati demikian, kondisi itu tidak membuat pudar semangat ratusan santri yang menimba ilmu di pondok ini.

Itulah Pondok Pesantren Nuu Waar. Ponpes ini dikenal sebagai tempat bernaung ribuan santri penghapal Al Quran dari penjuru Nusantara, terutama dari Indonesia timur, sejak kali pertama didirikan.

Yang unik, para santri yang belajar di Pondok Pesantren Nuu Waar di Bekasi ini didominasi dari pelosok Papua. Suasana Indonesia timur begitu terasa di ponpes yang berdiri di wilayah penyangga Ibu Kota Jakarta itu.

Lantas seperti apa sejarah dan asal-usul pondok pesantren yang berdiri di wilayah yang dikenal sebagai kawasan industri terbesar se-Asia Tenggara itu?

Kepala Divisi Umum Pesantren Nuu Waar Ustaz Muhammad Jufri asal Kabupaten Fakfak, Papua Barat, menjelaskan banyak hal tentang lembaga pendidikan Islam tersebut.
 

Humaniora: Pesantren Nuu War Bekasi didik santri dari Indonesia timur
Santri Pondok Pesantren Nuu Waar Kabupaten Bekasi, Jawa Barat sedang belajar menghafal Al Quran pada Senin (27/3/2023). PRESSRELEASE.CO.ID/Pradita Kurniawan Syah

Perjuangan K.H. Muhammad Zaaf Fadzlan

Ustaz Muhammad Jufri mengisahkan bahwa Pondok Pesantren Nuu Waar berdiri berkat perjuangan K.H. Muhammad Zaaf Fadzlan Robbani Garamatan, ulama asal Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat yang melanglang buana menyiarkan dakwah hingga ke pelosok Papua.

Dalam setiap petualangan hijrahnya, Fadzlan banyak melihat kesenjangan sosial di masyarakat pedalaman karena jauh dari sentuhan pembangunan.

Akibatnya, muncul masalah kemiskinan, anak tertinggal pendidikan, minim tenaga medis, hingga persoalan sosial ekonomi lain, yang kerap dijumpai dalam perjalanan hidupnya di penjuru Indonesia timur.

Berangkat dari persoalan itu, Fadzlan memutuskan berhijrah ke Jakarta dengan maksud mendirikan sekolah agama untuk menampung anak-anak kurang berpendidikan di Provinsi Papua.

Pada tahun 2002, K.H. Fadzlan kemudian menyewa sejumlah rumah di daerah Pondok Hijau, Bekasi Utara, Kota Bekasi, untuk menampung anak-anak asal Papua. Selain dibekali ilmu agama, mereka juga dikuliahkan di bidang ilmu yang dinilai sangat dibutuhkan di wilayah-wilayah pedalaman.

Beberapa dari mereka dikuliahkan di sejumlah kota penyangga ibu kota bahkan ada pula yang hingga ke Pulau Jawa dan Medan. Mereka dipersiapkan menjadi tenaga medis, guru, polisi, TNI, hingga profesi lain yang dibutuhkan daerah asalnya.

Seiring berjalan waktu, kondisi rumah penampungan makin penuh, Fadzlan kemudian memutuskan membentuk yayasan yang diberi nama Al Fatih Kaaffah Nusantara (AFKN).

Dari yayasan itu, pada tahun 2015, Fadzlan  membeli sebidang lahan di Kecamatan Setu untuk dijadikan sebagai tempat belajar agama yang kini dikenal dengan nama Pondok Pesantren Nuu Waar.

Penamaan Nuu Waar pada pondok pesantren ini berasal dari bahasa Papua. Nuu berarti cahaya dan Waar bermakna menyimpan rahasia alam. Nuu Waar juga merupakan istilah pertama yang digunakan sebelum pemberian nama Irian dan Papua.

Pondok Pesantren Nuu Waar menyimpan sejuta mimpi K.H. Fadzlan, yang menginginkan tanah kelahirannya lebih maju dan berkembang.

Kecamatan Setu dipilih jadi lokasi didirikan pondok pesantren dengan harapan mampu membuka wawasan anak-anak dari Indonesia timur yang masih tertinggal secara pendidikan.

Selain itu, para santriwan dan santriwati ini juga diharapkan bisa mengambil pelajaran dari para guru besar dan para habaib yang mayoritas tinggal di Pulau Jawa.

“Kenapa dibuat pesantren di Jawa Barat? Bukan di Papua saja? Malahan kami rekrut mereka dari Nuu Waar (Papua), kami bawa ke sini. Pertama karena lebih dekat dengan ibu kota. Kedua agar membuka pola pikir mereka, kalau di sana pola pikir anak-anak akan begitu saja. Kalau di sini ada banyak hal baru yang bisa mereka lihat,” ucap Ustaz Muhammad Jufri.

Kontribusi pesantren

Setelah dua dasawarsa berdiri, tepatnya sejak tahun 2002 atau saat pertama kali menampung anak-anak Papua, Pesantren Nuu Waar kini telah mencetak lebih dari 7.000 lulusan yang tidak hanya ahli di bidang kesehatan dan pendidikan namun juga sebagai penghapal Al Quran.

Setelah lulus, para santri alumni pondok pesantren diwajibkan pulang ke kampung halaman untuk memberikan pengabdian dengan berbekal ilmu pengetahuan semasa belajar di Pesantren Nuu Waar dan dikuliahkan di berbagai tempat.

Sebelum kembali ke kampung halaman, alumni pondok pesantren ini terlebih dahulu menjalani masa pengabdian selama 1 tahun. Pada periode itu, mereka dibekali perlengkapan, semisal peralatan medis dan lainnya sesuai keahlian saat belajar untuk dipraktikkan.

“Lulusan pesantren kami pulangkan ke daerah masing-masing untuk membangun daerah sendiri dengan bekal ilmu yang mereka pelajari di sini,” kata Ustaz Jufri.

Begitu gigih perjuangan K.H. Fadzlan bersama para pengajar pondok pesantren hingga mampu mencetak sumber daya manusia unggul plus dibekali ilmu agama. Setelah pulang kampung, mereka diharapkan bermanfaat bagi daerah asal khususnya dan Indonesia pada umumnya.

Pondok Pesantren Nuu Waar bertekad terus melanjutkan dedikasinya demi menghasilkan anak bangsa berkualitas, yang berkontribusi bagi agama, nusa, dan bangsa.

 

Sumber: Antara.

Tags

Bagikan:

Artikel Terkait

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.