Otomotiif

Rahasia Dibalik Rendahnya Peminat Mobil Listrik di Indonesia

playmaker

Rahasia Dibalik Rendahnya Peminat Mobil Listrik di Indonesia

Minimnya infrastruktur pendukung dan layanan purna jual menjadi hambatan utama adopsi mobil listrik di Indonesia. Hal ini terungkap dalam riset terbaru Populix yang dirilis pada Juli 2025, berjudul “Electric Vehicles in Indonesia: Consumer Insights and Market Dynamics”. Riset ini menguak faktor-faktor yang membuat konsumen Indonesia ragu untuk beralih ke kendaraan listrik.

Berbagai kendala tersebut, menurut Populix, menjadi batu sandungan bagi perkembangan industri mobil listrik Tanah Air. Perlu strategi komprehensif untuk mengatasi tantangan ini dan mendorong adopsi massal mobil listrik.

Kendala Utama Adopsi Mobil Listrik di Indonesia

Berdasarkan riset Populix, alasan terbesar konsumen Indonesia mengurungkan niat membeli mobil listrik adalah terbatasnya akses layanan purna jual. Sebanyak 56 persen responden menyatakan bahwa tidak semua bengkel dapat menangani perbaikan mobil listrik, bahkan untuk kerusakan non-kelistrikan.

Selain itu, kurangnya stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) juga menjadi masalah besar. 53 persen responden mengeluhkan sedikitnya jumlah SPKLU dan jaraknya yang jauh dari lokasi mereka.

Kekhawatiran Terkait Baterai dan Harga

Kapasitas baterai dan jarak tempuh menjadi pertimbangan penting lainnya bagi calon pembeli mobil listrik. Sebanyak 52 persen responden menyatakan kekhawatiran terhadap kapasitas baterai yang mempengaruhi jarak tempuh mobil dalam sekali pengisian daya.

Meskipun harga mobil listrik kini semakin kompetitif, harga jual tetap menjadi penghalang bagi 47 persen responden. Waktu pengisian daya yang lama (43 persen) juga menjadi faktor yang membuat konsumen masih enggan beralih dari kendaraan berbahan bakar minyak.

Insentif Pemerintah dan Motivasi Konsumen

Riset Populix juga menemukan bahwa insentif pemerintah untuk mobil listrik dinilai masih kurang memadai oleh 29 persen responden. Besaran insentif yang diberikan dianggap belum cukup untuk mendorong pembelian mobil listrik.

Menariknya, motivasi utama konsumen Indonesia dalam membeli mobil listrik bukan semata-mata karena teknologi atau desain. Sebanyak 67 persen responden memilih mobil listrik karena ramah lingkungan dan bebas polusi udara.

Alasan lain yang signifikan adalah keheningan mesin mobil listrik (60 persen), dan dampak positifnya terhadap lingkungan (54 persen).

Analisis Lebih Lanjut Mengenai Faktor-Faktor Penghambat

Susan Adi Putra, Associate Head of Research for Automotive Populix, menjelaskan bahwa ketersediaan SPKLU dan jaringan bengkel resmi yang masih terbatas menjadi kendala utama. Jarak antar diler yang dinilai masih jauh juga menjadi perhatian konsumen.

Pemerintah perlu meningkatkan jumlah SPKLU dan memperluas jaringan bengkel resmi yang mampu menangani perbaikan mobil listrik. Hal ini akan meningkatkan kepercayaan konsumen dan mengurangi keraguan mereka terhadap perawatan mobil listrik.

Insentif pemerintah juga perlu ditingkatkan untuk membuat mobil listrik lebih terjangkau. Selain itu, perlu adanya edukasi publik yang intensif mengenai teknologi dan perawatan mobil listrik.

Kesimpulannya, pengembangan infrastruktur pengisian daya dan layanan purna jual yang memadai, serta peningkatan insentif pemerintah, sangat krusial untuk mendorong adopsi mobil listrik di Indonesia. Penting juga untuk menekankan aspek ramah lingkungan yang menjadi daya tarik utama mobil listrik bagi masyarakat.

Dengan fokus pada peningkatan infrastruktur, program insentif yang lebih menarik, dan edukasi publik yang efektif, Indonesia dapat memaksimalkan transisi menuju era kendaraan listrik dan mengurangi dampak negatif kendaraan berbahan bakar fosil terhadap lingkungan.

Tags

Bagikan:

Artikel Terkait

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses