Siapa yang tak kenal maskot sistem operasi Linux? Seekor penguin yang menggemaskan, duduk santai dengan pose yang begitu menenangkan. Sosok penguin ini bukan sekadar simbol, melainkan cerminan nilai-nilai yang diusung oleh Linux itu sendiri.
Ternyata, pemilihan penguin sebagai maskot Linux ini memiliki kisah menarik di baliknya. Kisah tersebut melibatkan pencipta Linux, Linus Torvalds, dan perjalanan panjang hingga menemukan logo yang tepat.
Linus Torvalds dan Pencarian Maskot yang Sempurna
Daftar Isi
Linus Torvalds, sang pencipta Linux, menginginkan logo yang menyenangkan dan merepresentasikan sifat *open-source* proyeknya. Ia menolak berbagai desain logo yang terkesan kaku dan terlalu serius.
Torvalds menginginkan simbol yang mencerminkan komunitas Linux yang ceria dan santai. Ia mencari sesuatu yang berbeda, yang mampu merepresentasikan semangat kolaborasi dan aksesibilitas yang menjadi landasan Linux.
Lahirnya Tux, Penguin Maskot Linux
Setelah melewati proses pencarian yang panjang, akhirnya terpilihlah desain penguin yang dirancang oleh Larry Ewing. Desain ini terinspirasi dari diskusi melalui email antara Ewing dan Alan Cox, salah satu programmer awal Linux.
Logo penguin ini kemudian dikenal dengan nama “Tux”, yang merupakan singkatan dari “Torvalds UniX”. Nama ini merujuk pada nama belakang pencipta Linux dan sistem operasi Unix, cikal bakal Linux.
Ada cerita menarik lain seputar pemilihan penguin. Dalam postingan yang telah diarsipkan di Linux Australia, Tux dijuluki “Tux, Penguin Australia”.
Kisah ini berawal dari pengalaman pribadi Torvalds saat mengunjungi kebun binatang di Canberra, Australia. Jari Torvalds digigit oleh seekor penguin, dan kejadian ini justru semakin memperkuat minatnya pada hewan tersebut.
Makna di Balik Tux: Lebih dari Sekadar Logo
Bagi Torvalds, desain penguin yang tampak kenyang dan bahagia melambangkan nilai-nilai yang ingin ia sampaikan melalui Linux. Ia ingin Linux mudah diakses dan menyenangkan bagi siapa pun.
Dalam pengantar Linux versi 2.0 tahun 1996, Torvalds mengatakan, “Beberapa orang berkata bahwa mereka pikir pinguin gemuk benar-benar mewakili keanggunan Linux, yang mana mereka belum pernah melihat (penguin) marah, menyerang mereka lebih dari 100 mph.”
Lebih dari itu, penguin juga memiliki karakteristik yang selaras dengan filosofi Linux. Menurut National Geographic, penguin merupakan burung air yang tak bisa terbang, tetapi ahli berenang, setia pada pasangannya, dan penuh perhatian pada anaknya.
Karakteristik-karakteristik tersebut—kuat, penuh semangat kolaborasi, dan terbuka untuk semua—seolah-olah merefleksikan sistem operasi Linux itu sendiri. Torvalds ingin pesan ini tersampaikan melalui logo Tux.
Pesan Torvalds lainnya tentang Tux sangat lugas: “Jangan menilai pinguin terlalu serius. Seharusnya itu agak konyol dan menyenangkan, itulah intinya,” katanya, seperti dikutip dari Linux Australia.
Kisah di balik logo Linux ini menunjukkan bahwa pemilihan sebuah simbol dapat jauh lebih bermakna daripada sekadar logo semata. Tux, penguin yang tampak lucu dan menggemaskan, menjadi representasi yang kuat dari komunitas Linux yang bersemangat, kolaboratif, dan terbuka untuk semua.
Logo yang sederhana ini berhasil merepresentasikan semangat *open source* Linux, sekaligus menciptakan identitas visual yang mudah diingat dan disukai oleh jutaan pengguna di seluruh dunia.